WNI keturunan Tionghoa tidak boleh punya tanah hak milik di Yogyakarta
Paranipa: YOGYAKARTA, Indonesia — Pada 1975, Paku
Alam VIII menerbitkan surat instruksi kepada bupati dan wali kota untuk
tidak memberikan surat hak milik tanah kepada warga negara nonpribumi.
Surat ini masih berlaku.
Surat instruksi tersebut mengizinkan
warga keturunan memiliki tanah dengan status hak guna bangunan (HGB),
bukan hak milik (SHM). Bila tanah tersebut sebelumnya dimiliki pribumi,
lalu dibeli warga keturunan, maka tanah tersebut status kepemilikannya
dialihkan pada negara.
“Kalau kita beli tanah punya pribumi,
tanah sudah jadi milik kita. Tapi karena aturan itu jadi diambil alih
negara, terus kita kalau mau pakai tanah itu harus menyewa lagi,” kata
Ketua Gerakan Anak Negeri Anti Diskriminasi (Granad) Willie Sebastian,
Selasa, 15 September.
Dalam prosesnya, menurut Willie seorang
yang memiliki “tampang warga keturunan” harus memberikan surat lahir,
surat nikah, dan surat lahir orang tua untuk mendapatkan hak milik tanah
untuk membuktikan mereka bukan warga keturunan.
“Kalau ketahuan bapaknya Tionghoa, langsung dicabut hak tanahnya,” kata Willie.
Willia adalah salah satu korbannya. Pada
2006, dia pernah kena gusur, lalu mendapatkan ganti tanah seluas 280
meter persegi. Namun karena beretnis Tionghoa, tanah bersertifikat hak
milik itu diubah menjadi HGB di atas tanah negara.
"Itu tahun 2006, saya dipanggil ke BPN
diberitahu tidak bisa punya hak milik. Mereka bilang kalau tidak terima
silahkan PTUN," ungkapnya.
Melapor ke Komnas HAM hingga surati presiden
Willie sudah mengirimkan surat ke Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan baru-baru in ke Presiden Joko
Widodo.
“Kami sudah dua kali mengirimi surat
Komnas HAM juga. Respon mereka juga baik. Komnas HAM sudah mengirim
surat ke Pemda DIY merekomendasikan agar mencabut peraturan yang
diskriminatif itu,” tambahnya.
Namun sejauh ini perjuangan Willie belum berhasil. BPN Yogyakarta tetap tidak bersedia mengeluarkan SHM bagi warga keturunan.
Tim hukum Keraton Yogyakarta, KRT Niti
Negoro, mengatakan peraturan 1975 tersebut dikeluarkan karena
pertimbangan pemerataan hak. Menurutnya, tanpa itu, tanah di Yogyakarta
akan dikuasai oleh warga keturunan yang dominan dalam ekonomi.
"Alasannya dari sejarah, dalam rangka
pemerataan hak, supaya tanah tidak dikuasai kelompok yang kuat ekonomi.
Agar tanah strategis tidak dikusai ekonomi kuat. Maka kemudian
dikeluarkan aturan itu," kata Niti Negoro, Rabu, 16 September.
"Yogyakarta ini daerah istimewa, tidak semua berlaku penuh. Sepanjang ada di Yogyakarta, harus tunduk peraturan di Yogyakarta.” — Rappler.com
WNI keturunan Tionghoa tidak boleh punya tanah hak milik di Yogyakarta
Reviewed by kalibata
on
21.16
Rating:
Tidak ada komentar: